Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Dunia adalah penjara bagi seorang mu’min dan surga bagi seorang kafir.”[2]
Saudaraku seiman, hadits ini setidaknya memberikan kita dua faedah,
Faedah Pertama: Dunia di Mata Seorang Mu’min
Bahwa dunia yang ditempati seorang mu’min pada saat ini walaupun terhampar luas dihadapannya, tetapi dia bagaikan dipenjara. Bagaimana tidak, walaupun dia seorang yang kaya tetapi banyak hal yang tidak bisa dia nikmati melalui hartanya, misalnya dalam perkara-perkara yang dalam syari’at diharamkan. Dia terbelenggu aturan-aturan yang dibuat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang disampaikan melalui rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena bagi seorang mu’min, dunia tiada lain adalah kesenangan yang memperdaya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”[3]
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah, berkata: “Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan.”[4]
Faedah Kedua: Dunia di Mata Orang Kafir
Bahwa dunia yang ditempati oleh orang kafir pada saat ini adalah alam raya yang terhampar luas dan bisa dia nikmati dengan sebebas-bebasnya. Karena kebodohannya terhadap syari’at Islam dia dapat bertindak seenak hatinya, walaupun dia adalah orang yang miskin tetapi orang kafir tersebut merasa bebas dan tidak merasa terbebani dengan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang dibebankan kepada seseorang yang beriman. Dan ketika dia ditimpa kesusahan, dia tidaklah bersabar, melaikan dia merasa dunia telah disempitkan untuknya dan banyak kasus terjadi bunuh diri di kalangan mereka karena mereka tertekan dengan musibah yang menimpa mereka.
Kekhawatiran Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa salam Terhadap Kaum Mu’minin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya.”[5]
Saudaraku kaum mu’minin rahimakumullah, sungguh Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa salam melalui hadits tadi memperingatkan kita agar tidak terpedaya dengan dunia dan fitnahnya. Terutama fitnah harta, tahta dan wanita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah ta’ala menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Maka berhati-hatilah dari fitnah dunia dan wanita.” (HR. Muslim)[6]
Sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa salam: “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta.”[7]
Karena itu bersikaplah engkau di dunia ini dengan pertengahan, antara berlebihan mengejar dunia agar kita tidak lalai beribadah. Karena biasanya berlebihan dalam urusan dunia akan melalaikan kita dalam mengingat Allah. Dan Allah subhanahu wa ta’ala pun berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikanmu.”[8]. Juga janganlah kita berlebihan dalam bersikap “zuhud” yang menyimpang, yang kebanyakan ajaran tersebut diajarkan oleh para kaum “sufi” yang bodoh terhadap ilmu syari’at. Karena itulah yang diajarakan oleh para salafush shalih.
Fudhail Bin Iyadh rahimahullah, berkata kepada Ibnu Mubarak, dia berkata: “Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Kemudian Ibnu Mubarak pun berkata: Wahai Abu ‘Ali (Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku.”[9]
Jangan Bersedih Saudaraku! Inilah Dua Kunci Sukses Seorang Mu’min
Namun, wahai saudaraku seiman, janganlah engkau merasa sedih dengan terpenjaranya kita di dunia ini dan terbelenggunya “ambisi duniawi” kita untuk mengejar dunia. Karena apapun keadaan kita, baik kita dalam keadaan lapang ataupun sempit. Kaya maupun miskin, insya Allah, kita selalu berada dalam kebaikan dan keberuntungan. Karena Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
“Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak didapatkan kecuali pada diri orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia bersyukur. Dan apabila dia mendapatkan kesusahan maka dia akan bersabar.”[10]
Dua kunci sukses dalam kehidupan seorang mu’min adalah syukur dan sabar. Itulah dua bekal yang dimiliki oleh seorang yang beriman dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Jika dapat mengamalkan keduanya, maka bereslah semua urusan. Sehingga seorang mu’min itu tidak pernah merasa tertekan dengan masalah dan terlalu senang jika mendapat sesuatu.
Jika keduanya sudah bermukim dalam hati kita, insya Allah, Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan surga bagi kita, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.”[11]
Kita Hanya “Singgah” Lalu “Pulang” Kembali
Saudaraku seiman, pada hakikatnya kita hanyalah singgah di dunia yang fana ini. Kita tidak akan lama hidup dunia. Kehidupan kekal abadi hanyalah di surga sana. Oleh karena itu, bergembiralah wahai hati-hati yang bersedih.
Karena, Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja bersabda: “Ada apa antara aku dengan dunia ini? Tidaklah aku berada di dunia ini kecuali bagaikan seorang pengendara/penempuh perjalanan yang berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian dia beristirahat sejenak di sana lalu meninggalkannya.”[12]
Dan tiada lain bekal kita kembali adalah hati yang bersih (bertauhid) bukanlah harta benda, prestise, dan keturunan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (bertauhid).”[13]
Saudaraku seiman, hadits ini setidaknya memberikan kita dua faedah,
Faedah Pertama: Dunia di Mata Seorang Mu’min
Bahwa dunia yang ditempati seorang mu’min pada saat ini walaupun terhampar luas dihadapannya, tetapi dia bagaikan dipenjara. Bagaimana tidak, walaupun dia seorang yang kaya tetapi banyak hal yang tidak bisa dia nikmati melalui hartanya, misalnya dalam perkara-perkara yang dalam syari’at diharamkan. Dia terbelenggu aturan-aturan yang dibuat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yang disampaikan melalui rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena bagi seorang mu’min, dunia tiada lain adalah kesenangan yang memperdaya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”[3]
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah, berkata: “Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan.”[4]
Faedah Kedua: Dunia di Mata Orang Kafir
Bahwa dunia yang ditempati oleh orang kafir pada saat ini adalah alam raya yang terhampar luas dan bisa dia nikmati dengan sebebas-bebasnya. Karena kebodohannya terhadap syari’at Islam dia dapat bertindak seenak hatinya, walaupun dia adalah orang yang miskin tetapi orang kafir tersebut merasa bebas dan tidak merasa terbebani dengan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang dibebankan kepada seseorang yang beriman. Dan ketika dia ditimpa kesusahan, dia tidaklah bersabar, melaikan dia merasa dunia telah disempitkan untuknya dan banyak kasus terjadi bunuh diri di kalangan mereka karena mereka tertekan dengan musibah yang menimpa mereka.
Kekhawatiran Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa salam Terhadap Kaum Mu’minin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya.”[5]
Saudaraku kaum mu’minin rahimakumullah, sungguh Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa salam melalui hadits tadi memperingatkan kita agar tidak terpedaya dengan dunia dan fitnahnya. Terutama fitnah harta, tahta dan wanita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah ta’ala menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Maka berhati-hatilah dari fitnah dunia dan wanita.” (HR. Muslim)[6]
Sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa salam: “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta.”[7]
Karena itu bersikaplah engkau di dunia ini dengan pertengahan, antara berlebihan mengejar dunia agar kita tidak lalai beribadah. Karena biasanya berlebihan dalam urusan dunia akan melalaikan kita dalam mengingat Allah. Dan Allah subhanahu wa ta’ala pun berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikanmu.”[8]. Juga janganlah kita berlebihan dalam bersikap “zuhud” yang menyimpang, yang kebanyakan ajaran tersebut diajarkan oleh para kaum “sufi” yang bodoh terhadap ilmu syari’at. Karena itulah yang diajarakan oleh para salafush shalih.
Fudhail Bin Iyadh rahimahullah, berkata kepada Ibnu Mubarak, dia berkata: “Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Kemudian Ibnu Mubarak pun berkata: Wahai Abu ‘Ali (Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku.”[9]
Jangan Bersedih Saudaraku! Inilah Dua Kunci Sukses Seorang Mu’min
Namun, wahai saudaraku seiman, janganlah engkau merasa sedih dengan terpenjaranya kita di dunia ini dan terbelenggunya “ambisi duniawi” kita untuk mengejar dunia. Karena apapun keadaan kita, baik kita dalam keadaan lapang ataupun sempit. Kaya maupun miskin, insya Allah, kita selalu berada dalam kebaikan dan keberuntungan. Karena Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
“Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak didapatkan kecuali pada diri orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia bersyukur. Dan apabila dia mendapatkan kesusahan maka dia akan bersabar.”[10]
Dua kunci sukses dalam kehidupan seorang mu’min adalah syukur dan sabar. Itulah dua bekal yang dimiliki oleh seorang yang beriman dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Jika dapat mengamalkan keduanya, maka bereslah semua urusan. Sehingga seorang mu’min itu tidak pernah merasa tertekan dengan masalah dan terlalu senang jika mendapat sesuatu.
Jika keduanya sudah bermukim dalam hati kita, insya Allah, Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan surga bagi kita, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.”[11]
Kita Hanya “Singgah” Lalu “Pulang” Kembali
Saudaraku seiman, pada hakikatnya kita hanyalah singgah di dunia yang fana ini. Kita tidak akan lama hidup dunia. Kehidupan kekal abadi hanyalah di surga sana. Oleh karena itu, bergembiralah wahai hati-hati yang bersedih.
Karena, Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja bersabda: “Ada apa antara aku dengan dunia ini? Tidaklah aku berada di dunia ini kecuali bagaikan seorang pengendara/penempuh perjalanan yang berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian dia beristirahat sejenak di sana lalu meninggalkannya.”[12]
Dan tiada lain bekal kita kembali adalah hati yang bersih (bertauhid) bukanlah harta benda, prestise, dan keturunan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (bertauhid).”[13]
Komentar
Posting Komentar